Ditulis Oleh Rachmi Hertanti | |
Tuesday, 26 February 2013 | |
Sudah dimuat dalam Website IGJ: http://www.igj.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=697&Itemid=158
Perlukah Indonesia ‘Memimpin’ WTO?
Menjelang
berakhirnya masa jabatan Director General World Trade Organization (Dirjen WTO)
saat ini, Pascal Lamy, yang akan jatuh pada 31 Agustus 2013, maka WTO mulai
melakukan proses pemilihan Dirjen WTO yang baru. Pengajuan nama kandidat telah
berlangsung hingga 31 Desember 2012, dan telah masuk 9 nama kandidat yang salah
satunya adalah Mari Elka Pangestu yang dicalonkan oleh Indonesia.
Namun,
muncul kekhawatiran dari beberapa Negara berkembang terkait pencalonan Mari
Pangestu jika melihat paket isu yang diharapkan bisa dicapai pada saat
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IX WTO di Bali Desember nanti, yaitu Trade
Facilitation dan Paket untuk negara-negara kurang berkembang. Posisi Indonesia akan
menjadi abu-abu, apalagi Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan KTM
sangat diharapkan berperan aktif guna mendukung keberhasilan agenda WTO.
Pada
29 Januari 2013 Anggota-anggota WTO telah mendengarkan presentasi dari
masing-masing kandidat. Dihadapan Dewan Umum (General Council) WTO, Mari
Pangestu telah mempresentasikan pandangan-pandangannya jika ia terpilih menjadi
Dirjen WTO. Mari melihat beberapa tantangan yang perlu dijawab dalam situasi
perekonomian dunia saat ini, khususnya perkembangan di WTO. Keputusan atas
calon DG WTO akan diumumkan pada tanggal 31 Mei 2013.
Dorongan Mari Di
WTO Merugikan Rakyat Indonesia
Ditengah
desakan rakyat Indonesia agar Pemerintah Indonesia mereview kembali keanggotaan
Indonesia di WTO akibat kegagalannya menciptakan perdagangan yang adil, Mari
Pangestu malah mendorong untuk semakin memperkuat kembali peran WTO di dalam
dinamisasi perdagangan dunia. Bahkan dalam presentasinya Mari merasa yakin
bahwa perbedaan pandangan yang selama ini terjadi antara Negara berkembang/kurang
berkembang dengan Negara maju akan dapat dihilangkan dengan dialog yang
maksimal.
Mari
melihat bahwa tindakan proteksionisme saat ini sering dilakukan oleh berbagai
Negara sehingga menghambat perdagangan. Situasi krisis ekonomi dunia saat ini
mengharapkan Negara-negara untuk tetap membuka pasar sehingga membuka peluang
untuk meningkatkan nilai perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,
Mari akan menjamin penegakan terhadap aturan WTO dengan mendisiplinkan
Negara-negara yang melanggar ketentuan tersebut.
Padahal
jika melihat situasi nasional saat ini, Indonesia perlu melakukan
langkah-langkah perlindungan atas serangan produk impor, khususnya produk
pangan. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2012, disebutkan bahwa
terjadi peningkatan nilai impor sejak tahun 2010-2011 yaitu sebesar 4,86 Juta
ton atau setara dengan US$ 3,13 M. Peningkatan nilai impor ini sangat merugikan
petani Indonesia.
Pendisiplinan
terhadap Negara yang melanggar ketentuan WTO telah dirasakan oleh Indonesia
saat ini yang sedang menghadapi gugatan Amerika Serikat (AS) terhadap aturan
impor hortikultura dan daging yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. Bahwa
dikeluarkannya aturan impor tersebut diklaim sebagai bentuk perlindungan Negara
terhadap kepentingan nasional. Oleh karena itu, dorongan Mari tersebut justru pada
akhirnya merugikan rakyat Indonesia dan bertolak belakang dengan kepentingan
nasional.
Terkait
dengan kemandekan perundingan Putaran Doha dan ekspansifnya regionalisme
(melalui free trade agreement/FTA), Mari melihat kedua hal ini sebagai penyebab
dari melemahnya peran WTO di dalam perdagangan dunia. Sehingga untuk
mengembalikan peran WTO sebagai institusi utama dalam perdagangan dunia, Mari
meminta agar perundingan Putaran Doha untuk segera mencapai konsensus dan KTM
IX WTO di Bali nanti akan diarahkan sebagai batu pijakan untuk memulai kembali
perundingan Putaran Doha yang bisa memenuhi kepentingan masing-masing Negara
secara berimbang.
Terkait
dengan strategi pencapaian konsensus dalam perundingan Putaran Doha, Mari
berpandangan bahwa ekspansifnya kesepakatan dalam Regional Trade Agreement
(RTA) yang berisikan perjanjian yang lebih luas dan komprehensif bisa menjadi
langkah penyelesaian perundingan Doha. Hal ini karena perjanjian-perjanjian RTA
yang disepakati nantinya akan menjadi kesepakatan yang dibawa pada tingkat
multilateral. Bahkan perjanjian-perjanjian yang disepakati dibawah RTA/FTA
kedepannya bisa mendorong dibukanya putaran yang baru sebagai “Doha Plus”.
Tawaran
strategi Mari Pangestu nampaknya akan menimbulkan petaka kembali bagi Indonesia
mengingat perjanjian perdagangan bebas yang ada saat ini (dibawah ASEAN dan 6
negara mitranya) telah menimbulkan dampak negative terhadap perekonomian
rakyat. Faktanya, sejak berlakunya FTA dengan ASEAN dan keenam Negara mitranya
hingga tahun 2012, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Kementerian
Perdagangan menyebutkan bahwa disepanjang tahun 2012 terjadi defisit
perdagangan sebesar US$ 1,63 Miliar.
Hal
ini menunjukkan bahwa ekspansifnya FTA yang ditandatangani oleh Pemerintah
Indonesia telah meliberalisasi perdagangan Indonesia melalui pembukaan akses
pasar seluas-luasnya. Selama ini, penolakan liberalisasi perdagangan yang
semakin massif melalui FTA/RTA telah disuarakan oleh rakyat.
Dirugikannya
rakyat Indonesia dari penerapan aturan WTO, menjadikan WTO tidak strategis bagi
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan sepertinya Mari Pangestu tidak
berdiri diatas kepentingan bangsa dalam pencalonannya sebagai DG WTO. Jadi,
masih perlukah Indonesia ‘memimpin’ WTO?.*@*
Referensi:
Ø “Presentation
to the General Council of the World Trade Organization by ms mari pangestu”, 29
Januari 2013, diunduh dari http://www.wto.org/english/news_e/news13_e/dgsel_29jan13_e.htm
Ø “Statistik
Makro Sektor Pertanian”, Volume 4 No.2 Tahun 2012, Pusdatin Kementerian
Pertanian, diunduh dari http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/e_makro/tw2-2012/buku-saku-tw2-2012.pdf
Ø “Neraca
Perdagangan
Indonesia Tahun 2012”, diunduh dari website kemendag
http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/indonesia-trade-balances
|
Sharing informasi tentang isu-isu liberalisasi perdagangan (Free Trade) dari kumpulan tulisan pribadi berupa kajian, artikel jurnal,artikel update, dan tulisan opini.
5/19/13
PERLUKAH INDONESIA "MEMIMPIN" WTO?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment