3/7/14

Inilah Pelanggaran UU Perdagangan Terhadap Konstitusi

(Analisis IGJ & IKAPPI terkait dengan UU Perdagangan- Telah dimuat dalam website IGJ www.igj.or.id)

Pengantar

Pengesahan Undang-undang Perdagangan oleh DPR RI bersama dengan Pemerintah pada dasarnya tidak mengubah wajah kolonialisme dari undang-undang perdagangan terdahulu. Hal ini karena pasal-pasal yang diatur dalam UU Perdagangan yang baru merupakan pengadopsian dari ketentuan perjanjian perdagangan internasional, yakni WTO. Ketentuan WTO merupakan suatu bentuk aturan neo-kolonialisme yang mendorong liberalisasi perdagangan sehingga mengakibatkan hilangnya kedaulatan Negara dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya akibat komitmen yang diikatkannya. Oleh karena itu, UU perdagangan berpotensi melanggar Konstitusi. Berikut merupakan analisis IGJ mengenai pelanggaran UU Perdagangan terhadap Konstitusi:

RUU Perdagangan Tetap Liberal

RACHMI HERTANTI
Kepala Bidang Penelitian Strategis, Indonesia for Global Justice (IGJ)
(Ditulis ketika akan menyikapi pengesahan UU Perdagangan di DPR RI)

Sesaat sebelum pengumuman resmi pengunduran diri Gita Wirjawan sebagai Menteri Perdagangan pada 31 Januari yang lalu, DPR RI memastikan akan mengesahkan RUU perdagangan.

Substansi RUU Perdagangan diklaim telah berhasil dicapai dengan misi melindungi kepentingan nasional dari praktik liberalisasi perdagangan yang berjalan hari ini. Padahal dalam perjalanannya, liberalisasi perdagangan telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian nasional, khususnya bagi petani, nelayan, buruh, dan usaha mikro.

Secara multilateral, Indonesia telah terikat dengan World Trade Organization (WTO) sejak tahun 1995, dan diperkuat kembali dengan politik pencitraan yang dilakukan Gita dengan menyepakati Paket Bali WTO pada Desember 2013 yang lalu di Bali.

Sedang pada level regional, ASEAN Free Trade Area (AFTA) telah menjadi komitmen liberalisasi perdagangan Indonesia di ASEAN sejak 1996. Komitmen ini diperluas dengan pemantapan Integrasi Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang akan diimplementasikan pada 2015 nanti. Namun, sebelum AEC liberalisasi perdagangan juga telah berjalan antara enam negara mitra ekonomi ASEAN yang diikatkan secara bilateral oleh Indonesia, yakni kerja sama dengan Jepang, China, India, Korea, Australia, dan New Zealand.