I. Pengantar
Dalam Bab ini, akan dijelaskan mengenai factor-faktor dari pembentukan hukum internasioal tentang penanaman modal asing. Di dalam hukum internasional tidak memiliki satu otoritas untuk menyelesaikan konflik yang berkembang di tingkat internasional, begitu juga dengan hal-hal yang terkait dengan penanaman modal asing (investasi asing).
Proses yang panjang dalam penyelesaian konflik di dalam hukum internasional pada akhirnya akan diselesaikan melalui negosiasi yang menghasilkan suatu kesepakatan/perjanjian (Treaties) ataupun suatu praktek yang menghasilkan kebiasaan (custom). Hukum internasional tentang Penanaman modal asing (investasi asing) merupakan salah satu contoh dari proses penyelesaian semacam itu.
Konflik yang muncul di dalam area hukum internasional tentang penanaman modal asing, pada dasarnya berkaitan dengan kendali/control atas penanaman modal asing. Ada 2 (dua) pandangan mengenai masalah kendali/control ini yang akhirnya menjadi diskusi yang cukup serius. Pandangan pertama dari Negara Tuan Rumah (The Host State), bahwa kendala nasional diberlakukan, dan pandangan kedua dari Negara-negara pemodal dimana mereka menyatakan melawan control nasional dengan harapan bahwa adanya jaminan untuk melindungi kepentingan investasi asing.
Faktor sejarah membahas mengenai pembentukan hukum investasi asing dan perubahannya serta bagaimana beroperasinya investasi asing di dalam konteks hukum. Pembahasan dalam bagian berikutnya adalah mengenai resiko dari investasi asing, hal ini dikarenakan perubahan di dalam politik internasional juga meningkatkan resiko di dalam investasi asing. Pada masa kolonialisme, resiko tidak terjadi. Namun, pada saat kolonialisme berakhir dimana munculnya ekonomi nasional, telah menimbulkan resiko yang lebih besar lagi. Sifat dari resiko ini yang harus dipahami, karena kebanyakan dari hukum penanaman modal asing ini ditujukan pada pengurangan resiko dari penanaman modal asing.
Pembahasan kemudian diarahkan pada masalah actor utama di dalam investasi asing serta permasalahan-permasalahan hukum yang timbul di dalam hubungan di antara actor-aktor tersebut. Beberapa kompleksitas timbul dikarenakan struktur dari perusahaan multinasional yang melakukan investasi. Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai permasalahan yang timbul dikarenakan adanya perbedaan karakter hukum dari actor-aktor ini, yang kemudian berlanjut pada pembahasan mengenai sumber-sumber hukum internasional tentang investasi asing.
Bab ini bertujuan untuk menyoroti perubahan besar yang terjadi dalam ekonomi politik sekarang ini. Perubahan pada sumber-sumber hukum adalah konsekuensi dari perubahan ini (situasi ekonomi-politik), dan identifikasi yang jelas dari perubahan tersebut sangat diperlukan untuk mempelajari topic ini.
Perubahan-perubahan itu, pertama, lepasnya sebagian besar Negara-negara dari kolonialisme dan dampak dari perubahan tersebut pada pemikiran hukum berkaitan dengan pembuatan struktur dari investasi asing serta perubahan pada perlindungan bagi investasi asing. Kedua, sifat dari actor di dalamnya. Dan ketiga, demokratisasi dari proses pembuatan hukum di dalam masyarakat internasional.
Pada intinya, Tujuan bab ini adalah untuk mempelajari sifat perubahan ini sebagai awalan untuk mengeksplorasi aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan investasi asing di bab berikutnya.
II. Latar Belakang Sejarah
Mengacu pada Perang Dunia II, Investasi Asing Langsung (Foreign direct investment, FDI) tidak menghadapi berbagai resiko, kecuali di Negara yang tidak berada dibawah pemerintahan colonial. Negara-negara yang tidak berada di bawah penjajahan, adalah Negara-negara yang bebas serta berperan sebagai pelindung atau Negara-negara yang juga tunduk pada beberapa dominasi, seperti Negara-negara di timur tengah tunduk pada Negara-negara Eropa, sehingga investasi asing dari eropa sangat cukup terlindungi.
Perlindungan terhadap investasi asing di Negara-negara seperti tersebut diatas didasarkan atas kekuatan militer. Diplomasi Senjata-Kapal sangat cukup melindungi keduanya, yaitu perdagangan dan investasi.
2.1. Tanggung Jawab Negara Atas Kerugian Asing
Sistem mengenai tanggung jawab negara terhadap kerugian asing dan kekayaannya telah terlebih dulu ada di sebagian dunia sebelum hubungan koloni muncul. Tetapi kekuatan merupakan peran yang sangat menentukan. Awal mula dari aturan tentang tanggung jawab Negara ditemukan di dalam hubungan antara USA dengan Amerika Latin.
Awal dari Diplomasi Perlindungan dirancang dari konteks/kasus kerugian yang dialami warganegara USA di Negara Amerika Latin. Dari kasus ini, USA berusaha untuk memperluas Norma-norma yang mengatur tentang orang asing dan kekayaannya yang didasari atas standar minimum internasional mengenai bagaimana orang asing harus diperlakukan. Norma-norma yang dibuat dengan standar minimum internasional adalah norma-norma yang menguntungkan bagi investor asing dan sebagian besar norma-norma tersebut berdasarkan pada standar undang-undang domestic USA.
Norma yang diterapkan oleh USA dalam kasus ini adalah dimana Investor asing berhak atas kompensasi sesuai dengan standar internasional, yang berdasarkan rumus dari Cordell Hunt, bahwa kompensasi yang diberikan haruslah cepat, memadai, dan efektik (prompt, adequate, and effective) dan Investor asing berhak mendapatkan penyeselesaian sengketa sebelum dilakukan pengadilan dari luar.
Negara-negara Amerika Latin, membalas sikap ini dengan berfokus pada fakta-fakta bahwa investor asing masuk ke Negara Tuan Rumah (The Host State) secara sukarela, dengan telah mengasumsikan resiko untuk berinvestasi di Negara tersebut. Dengan dasar fakta ini, mereka berargumentasi bahwa investor asing sama dengan warganegara dari Negara tuan rumah, hanya mengacu pada standar nasional yang berlaku pada hukum nasional dalam memperlakukan keduanya. Pandangan dari Negara-negara Amerika Latin ini akhirnya menjadi doktrin Calvo, dan diterima secara umum di Negara Amerika Latin.
Pada akhirnya, dua pandangan ini, yaitu pandangan USA dan pandangan Negara-negara Amerika Latin, akhirnya diakui secara internasional. Negara-negara berkembang seperti di Afrika dan Asia, ketika mereka merdeka, mereka langsung menganut Doktrin Calvo. Universalitas doktrin tersebut diusahakan tercapai dengan instrument yang terkait dengan tatanan ekonomi internasional yang baru, dengan dukungan dari Negara-negara berkembang di sidang umum PBB. Diplomasi perlindungan dan Tanggungjawab Negara yang menjadi dasar dalam melindungi investasi telah tercapai. Tetapi, tidak ada jaminan keberhasilan dari metode perlindungan seperti itu.
Perusahaan-perusahaan multinasional dapat mengusahakan dirinya sendiri untuk memainkan peranan penting, dimana kekuatan di sector privat kadang-kadang memainkan peranan yang dominan di dalam pembentukan norma-norma internasional. Kerja Hukum Internasional yang dibentuk oleh perusahaan privat, lari dari teori tradisional tetapi sebagian besar belum diketahui.
Tidak disangsikan lagi, bahwa teknik yang paling berhasil dalam perlindungan investasi telah diciptakan melalui tindakan kekuatan di sector privat bersamaan dengan kekuasaan Negara, ide-ide yang telah mendorong keadaan tersebut adalah sebagian besar diinisiasikan melalui tujuan-tujuan sector privat.
Wilayah hukum internasional tentang investasi asing secara efektif memungkiri pengertian lama bahwa Negara adalah arbiter yang efektif dari seluruh isi dari hukum internasional. Kekuatan di sector privat, baik dalam bentuk MNC maupun NGO, selalu memiliki peranan yang sangat signifikan dalam pembentukan hukum internasional tentang investasi asing. Namun, aliran positivism telah menyembunyikan fakta tersebut, dengan menekankan bahwa hanya Negara yang dapat bertindak di dalam wilayah internasional.
Diakomodasinya peran kekuatan sector privat di dalam teori hukum internasional merupakan suatu kesempatan yang dinantikan oleh pengacara internasional. Ada satu dorongan untuk mengungkapkan bahwa hukum internasional adalah instrument yang digunakan baik oleh sector privat maupun oleh sector public.
Cara-cara evolusi hukum internasional tersebut diatas sekarang sudah dapat dinyatakan. Perkembangan hukum internasional seperti itu sebagian besar berkembang di berbagai sector dimana investasi dilakukan secara tradisional, yaitu sector minyak yang memainkan peran yang paling dominan.
2.1.1. Sektor Sumber Daya Alam
Investasi asing di dalam Sektor sumber daya alam sangat diperlukan sebagai bahan baku untuk produksi di Negara barat. Siklus perdagangan selama periode kolonialisasi adalah dengan mengirimkan sumber daya alam tersebut dari Negara koloni ke Negara penguasa koloni, sehingga mereka bisa mengubahnya menjadi produk-produk manufaktur atau menggunakannya sebagai bahan bakar industry di Negaranya.
Awalnya, perusahaan-perusahaan minyak dan perusahaan yang beroperasi di sector sumber daya alam lainnya, menggunakan perjanjian konsesi untuk mengikat produksi di tanah yang luas itu untuk waktu yang cukup lama.
Perjanjian Konsesi, biasanya dilakukan dengan mengalihkan kekuasaan atas lahan yang berdaulat ke perusahaan asing untuk waktu yang cukup lama serta membayarkan royalty yang dihitung dari jumlah produksi minyak dengan bunga yang tetap. Sistem ini akan tetap ditempatnya oleh jaringan yang rumit dari kekuasaan yang diberikan oleh Negara tuan rumah dan dominasi bersama yang diberikan dalam sistem internasional sendiri oleh kekuasaan yang dominan.
Di dalam kasus Aminoil Vs Kuwait, keterlibatan perjanjian konsesi, mula-mula antara Syekh dari Kuwait yang pada saat itu masih menjadi pelindung dari inggris, dengan perusahaan minyak dari Amerika. Royalti yang harus dibayarkan adalah 2 shiling dan enam sen untuk setiap barel minyak. Peraturannya adalah untuk sampai 6 tahun. Jangka waktu yang terdapat di dalam kontrak tidak dapat diubah kecuali atas persetujuan kedua belah pihak. Peristiwa tersebut menunjukan bahwa perjanjian itu tidak mampu menahan perubahan ekonomi dan politik yang terjadi di dalam industry. Perjanjian dinegosiasikan kembali di dalam dua kesempatan.
Pada tahun 1970-an, harga minyak meroket ketika masa krisis minyak. Tetapi, perusahaan minyak tetap bersikeras untuk membayarkan royalty yang sama sesuai dengan awal perjanjian di dalam perjanjian konsesi. Keuntungan yang di dapat bukanlah karena jasa yang dilakukan oleh perusahaan minyak tetapi karena tren diluar factor industry. Karena perusahaan minyak tersebut tetap tidak mau untuk membagi keuntungan yang besar ini, maka Negara melakukan intervensi dengan mengambil alih produksi atas minyak. Di dalam situasi ini, tidak dapat dihindari bahwa Negara akan intervensi.
Perjanjian konsesi tidak terbatas hanya pada sector minyak bumi saja, tetapi digunakan juga di sector sumber daya mineral lainnya. Konsesi lapangan emas Ashanti di Ghana, memberikan contoh dari suatu perjanjian penambangan emas untuk paling tidak 100 tahun dari tanggal di tandatanganinya perjanjian. Tambang emas rubi di Birma juga merupakan contoh konsesi yang sama.
Perjanjian konsesi yang serupa ada di seluruh Negara berkembang. Perjanjian itu dilaksanakan di dalam posisi tawar yang tidak sama, sehingga Para penguasa Negara berkembang tidak memiliki kekuasaan untuk melawan jangka waktu yang ditetapkan kepada mereka. Rakyat tidak mendapatkan manfaat dari transaksi semacam ini.
Perjanjian seperti ini adalah perjanjian yang tidak pantas dari sudut pengertian demokrasi kedaulatan. Kadangkala, perjanjian ini ditandatangai oleh penguasa Negara yang tidak mengerti dampak dari kontrak tersebut atau penguasa tidak peduli karena mereka adalah penguasa yang rakus, dimana mereka menggunakan royalty yang diterima untuk keuntungannya sendiri. Di dalam beberapa hal, perjanjian ini dimudahkan dengan kenyataan bahwa pemerintahan asing berada di bawah control dari Negara dimana perjanjian itu dibuat.
Di Namibia, Pemerintah Afrika Selatan, selama periode mandate, dipastikan bahwa konsesi yang dibuat merupakan kepentingan dari perusahaan multinasional mereka sendiri. Masa berlaku pengaturan kontrak melalui paksaan atau dengan tidak mewakili pemerintahan sangat diragukan dalam hukum internasional modern.
Struktur industry mineral harus menjalani perubahan dengan terjadinya kemerdekaan dari Negara dimana perjanjian itu dibuat. Dalam sector minyak dan sector sumber daya mineral lainnya, terdapat perubahan cepat yang dibawa dengan tindakan kolektif yang diprakarsai oleh kartel-kartel dari Negara produsen.
Ada perubahan dramatis, khususnya di sector perminyakan, dimana perusahaan minyak Negara dibuat dan diberikan kuasa kepemilikan terhadap sumber daya minyak Negara. Hal ini menyebabkan konsesi minyak yang kuno/dahulu sudah tidak lagi terpakai atau dibatalkan. Untuk kemudian, perjanjian konsesi tidak lagi digunakan sebagai norma di dalam industry perminyakan dan digantikan dengan perjanjian bagi hasil (production sharing agreement), dimana kepemilikan minyaknya adalah Negara.
Dalam bentuk baru perjanjian ini, perusahaan-perusahaan asing melakukan peran partisipatif dengan perusahaan minyak Negara yang memegang control atas operasi produksi. Perjanjian bagi hasil mencerminkan perubahan di dalam persamaan kekuasaan yang telah mengambil tempat di dalam industry perminyakan.
Perubahan ini dibantu dengan perumusan doktrin hukum internasional seperti doktrin tentang kedaulatan mutlak atas sumber daya alam. Pandangan akademis tentang sifat doktrin-doktrin ini mungkin berbeda-beda. Sebagian menganggap doktrin ini sebagai prinsip ius cogens (norma hukum yang harus dipatuhi dan diikuti tanpa diratifikasi sehingga semua negara secara hukum terikat untuk melaksanakannya) dan sebagian lagi menganggapnya hanya sebagai lex ferenda (hukum masa depan, yang digunakan dengan maksud “harus seperti apa hukum itu”).
Di berbagai Negara, sekali prinsip itu dirumuskan di tingkat internasional, maka telah dimasukan di dalam undang-undang dan ke dalam hukum tentang investasi asing. Kontrak-kontrak seperti perjanjian bagi hasil di dalam industry perminyakan dijalankan berdasarkan prinsip ini. Doktrin tersebut telah dijalankan pada 3 level yang berbeda. Setelah dirumuskan pada tingkat internasional, diterjemahkan ke dalam perundang-undangan nasional dalam bentuk ketentuan konstitusi dan undang-undang investasi asing. Hal ini menyebabkan penyusunan kontrak dipastikan bahwa pihak Negara tuan rumah memiliki control yang lebih besar atas proses eksploitasi sumber daya mineral.
Di dalam industry sumber daya mineral, yang secara prinsip dirancang untuk mempengaruhi, doktrin kedaulatan mutlak atas sumber daya alam mencerminkan perubahan yang saat ini telah berjalan mapan. Di dalam setiap kesempatan, hanya diterangkan di dalam hukum internasional bahwa kedaulatan suatu Negara termasuk control atas seluruh manusia, kejadian, dan unsure-unsur di dalam Negara, kecuali control tersebut dihilangkan di dalam perjanjian.
Meskipun control atas sumber daya alam oleh perusahaan asing telah terhenti, penguasaan atas teknologi dan modal telah menjadikan perusahaan asing tersebut sebagai pemain paling signifikan di sector tersebut. Nasionalisasi telah mengakhiri control langsung. Kerjasama dengan perusahaan asing sangat diperlukan untuk menjalankan sector perminyakan, karena perusahaan asing ini memiliki teknologi dan modal yang diperlukan dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.
Kepentingan bahwa MNC dibuat untuk melakukan kegiatan di area ini membutuhkan perlindungan dan menjadi focus dari hukum internasional tentang investasi asing. Di saat ini, seseorang mungkin menentang bahwa perlindungan yang diberikan kepada kepentingan investor asing terkait dengan tren menuju liberalisasi.
2.1.2. Sektor Perkebunan
Di banyak Negara-negara koloni, sector perkebunan diciptakan oleh kekuatan eropa. Penguasa colonial menggunakan tanah pertanian untuk penanaman tanaman ekspor. Di Srilanka, teh, karet dan coklat telah diperkenalkan walaupun bukan asli dari pulau tersebut. Luasnya daerah pertanian diubah untuk memproduksi tanaman ekspor ini.
Perubahan yang sangat berpengaruh ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar Negara penjajah (colonial) yang membeli tanah dan mendirikan industry yang terorganisir, dimana mereka tidak hanya bertanggungjawab untuk produksi tanaman ekspor tetapi juga berikut sarana transportasi untuk menuju dan menjualnya ke pasar eropa. Perusahaan-perusahaan mengontrol pasar ini, sector tanaman teh menjadi contoh yang paling klasik. Perusahaan seperti Brooke Bond, Lipton dan Twining diberikan control secara keseluruhan.
Lama setelah masa kolonialisme berakhir dan perkebunan teh telah dinasionalisasi, control terhadap pasar tetap dipegang oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Distribusi produksi teh di pasar Negara-negara maju berlanjut dibawah control perusahaan-perusahaan ini.
2.1.3. Sektor Manufaktur
Perusahaan multinasional sangat mendominasi sector manufaktur. Sector ini pada awalnya dijalankan sepenuhnya oleh perusahaan yang berdiri di Negara penjajah. Model ini sangat berbeda dengan perusahaan multinasional yang modern. Berkat kurangnya kecepatan komunikasi, pada akhirnya memungkinkan manajer di Negara koloni untuk menjalankan urusan dari perusahaan multinasional untuk dirinya sendiri.
Dalam hal perusahaan multinasional modern, pusat control dari pusat perusahaan diserahkan kepada anak perusahaan telah menjadi satu kenyataan berkat adanya metode cepat dari komunikasi. Perusahaan multinasional modern telah mendapatkan jumlah banyak dari kekuasaan dunia dengan melalui jaringan produksi yang saling terhubungkan. Perbedaan pola dan keberagaman produksi bergantung pada sumber material dan harga buruh yang murah telah memunculkan berbagai sector manufaktur.
Pada satu waktu telah terjadi perdebatan, yaitu mengenai control anak perusahaan dari perusahaan multinasional, dimana dengan operasi perusahaan jenis ini telah terintegrasi dengan ekonomi Negara tuan rumah. Kontrol tersebut telah menjadi pusat permasalahan antara Negara tuan rumah dengan perusahaan multinasional. Ini adalah bukti yang nyata dari perjuangan atas pengaturan di dalam undang-undang tentang investasi asing di banyak Negara tuan rumah. Di dalam usaha Negara tuan rumah untuk menjaga control dari investasi asing, mereka telah mensahkan undang-undang dengan mengatur tentang masuknya perusahaan multinasional dan beroperasinya perusahaan itu secara hati-hati.
Diwaktu yang bersamaan, Negara dari perusahaan multinasional telah berpendapat bahwa sistem untuk membuka dan meliberalisasi pergerakan perusahaan multinasional dengan mengadvokasi dan mengenalkannya ke dalam perjanjian investasi, hak sebelum masuknya perlakuan nasional. Hak ini dapat memperbolehkan perusahaan multinasional untuk mendirikan bisnisnya di dalam hubungan yang sama sebagai perusahaan nasional dari Negara tuan rumah.
Pergumulan antara hak untuk mengatur masuk dan berdirinya perusahaan multinasional dengan liberalisasi dari masuk dan berdirinya perusahaan multinasional, merupakan karakteristik dari konflik diantara pengaturan norma yang berbeda. Tidak dari keduanya yang dominan. Bahkan, di dalam instrument yang mana liberalisasi tampak dominan, ada sector yang tetap tunduk pada aturan.
Kepentingan dari Negara tuan rumah, pada umumnya diartikulasikan dengan mensyaratkan bahwa untuk masuk ke dalam Negara harus melalui pendirian usaha gabungan (joint venture) dengan mitra local di Negara tersebut. Di dalam sector di mana kepemilikan asing terbatas pada persentase tertentu di dalam pembentukan usaha. Kerjasama dengan mitra local menjamin bahwa keuntungan akan tetap dinegara, mitra local akan mendapatkan keahlian dalam berusaha serta teknologi, dan jika mitranya adalah Negara, control local terhadap investasi terjamin secara efektif. Tuntutan yang dibuat pada tingkatan global mengenai control ekonomi telah diterjemahkan ke dalam hukum nasional melalui undang-undang.
Perusahaan multinasional, pada gilirannya, telah merespon tindakan ini dengan cara dengan memastikan bahwa mereka akan mempertahankan control terhadap anak perusahaannya. Persyaratan hukum tentang usaha patungan (joint venture) talah dikalahkan dengan membuat kemitraan dengan calon atau dengan pengusaha local yang tidak akan bersikeras/memaksakan menggunakan hak control mereka. Tindakan mempribumikan sama-sama digagalkan dengan menjual saham kepada masyarakat setempat yang mendukung keberlangsungan control asing.
Kelemahan umum di dalam ekonomi, seperti korupsi, dapat menjadi tindakan untuk menggagalkan tujuan undang-undang. Ada pandangan berbeda, apakah akan memberikan perlindungan kepada perusahaan multinasional yang melanggar hukum nasional di Negara tuan rumah. Di Shott, Iran, Pengadilan berpendapat bahwa saham yang dibeli melalui calon yang melanggar hukum setelah habis batas kepemilikan saham asing, tidak dapat dilindungi. Tetapi, ada penghargaan lain yang menunjukkan bahwa, dimana ada suatu keadaan di Negara tuan rumah yang membenarkan suatu tindakan illegal, maka hukum harus mengacuhkan tindakan illegal tersebut.
Pandangan terakhir tampaknya tidak dapat diterima melalui pembenaran pelanggaran hukum Negara tuan rumah. Misalnya, tidak dapat dibantah, bahwa keberadaan korupsi merajalela di suatu Negara memaafkan penyuapan sama sekali dan bahwa pengadilan harus mengabaikan hal itu.
2.1.4. Sektor Keuangan
Pembiayaan investasi asing bukanlah suatu masalah besar pada masa lalu. Kebanyakan dari modal timbul dari Negara asal perusahaan multinasional dalam bentuk modal proyek (venture capital). Tetapi, di masa kini, bank-bank internasional datang dengan peristiwa dan pembiayaan pembuatan investasi asing serta proyek utama. Peran lembaga-lembaga keuangan bermain, bentuk transaksi yang digunakan mereka, dan peraturan bentuk transaksi ini oleh kedua pihak, Negara tuan rumah dan Negara asal, di dalam lingkup hukum internasional tentang investasi asing.
2.1.5. Sektor Kekayaan Intelektual
Hampir tidak ada hukum tentang pengalihan lintas-batas dari kekayaan intelektual pada tahap pembentukan cabang hukum ini. Hukum didesain dalam konteks melindungi asset yang berwujud. Hanya pada saat ini, bahwa perlindungan terhadap asset yang tidak berwujud dari investor asing telah menjadi pendiskusian. Dengan berkembangnya industry di ruang lingkup teknologi dan bio-teknologi yang sangat bergantung pada kekayaan intelektual, perlindungan terhadap kekayaan semacam itu telah menjadi pengaruh yang sangat penting.
Alih teknologi kepada Negara tuan rumah dianggap sebagai satu keuntungan dari investasi asing. Negara tuan rumah mempunyai kepentingan untuk memastikan alih teknologi tersebut terjadi di negaranya. Negara tuan rumah bersikeras alih teknologi dapat dialihkan kepada masyarakat local dengan harapan agar keahlian industry mereka dapat berkembang, dengan harapan industry local dari produk-produk tersebut dapat juga berkembang.
Persyaratan investasi asing dilaksanakan melalui usaha patungan juga membuat kesulitan untuk menjaga rahasia dari proses produksi. perubahan kebijakan ini yang terjadi pada saat investor asing lebih suka risiko teknologi dibandingkan modal dan peralatan dalam melakukan investasi.
Kecenderungan Negara berkembang untuk mengabaikan standar perlindungan untuk pengakuan kekayaan intelektual di dalam konvensi internasional membuat ruang lingkup ini urusan dari Negara-negara maju. Fakta bahwa banyak industry di area baru, seperti bioteknologi, ilmu computer, dan bidang yang berhubungan dengan itu, akan bergantung pada perlindungan atas kekayaan intelektual mengakibatkan Negara-negara maju membutuhkan perlindungan yang lebih besar dalam kekayaan intelektual. Dilemma di area ini adalah hak-hak ini dibuat dengan hukum local dari masing-masing Negara. Masalah kemudian adalah untuk mendorong hukum setempat untuk memastikan bahwa hak-hak ini dibuat dan dilindungi sesuai dengan standar eksternal yang diinginkan.
negara eksportir modal telah mengembangkan strategi tiga cabang untuk mengatasi masalah. Strategi pertama untuk mengambil tindakan secara sepihak melawan Negara-negara yang tidak patuh hanya terbatas pada Amerika Serikat. berdasarkan Pasal 301 dari Undang-Undang Omnibus Perdagangan, sanksi perdagangan bisa dikenakan pada negara-negara yang tidak memberikan standar perlindungan yang memadai terhadap pelanggaran hak kekayaan intelektual. undang-undang dan ancaman untuk terus menggunakannya meskipun fakta bahwa tindakan multilateral telah berhasil dibentuk di lapangan.
Strategi kedua adalah untuk memasukkan hak kekayaan intelektual dalam definisi investasi asing dan memperpanjang perlindungan perjanjian bilateral yang berkaitan dengan investasi ke dalam area perlindungan kekayaan intelektual. Ada juga perjanjian bilateral yang secara khusus berhubungan dengan perlindungan kekayaan intelektual, yang biasanya mengandung standar sesuai dengan standar di dalam perjanjian multilateral.
Pendekatan ketiga adalah untuk memasukkan perlindungan kekayaan intelektual, melalui WTO. Instrument WTO, TRIPS (Trade Related Intellectual Property Rights), berusaha untuk pertama kalinya membuat standar eksternal seperti hak kekayaan intelektual yang diciptakan oleh hukum nasional dari setiap negara anggota.
Konsep perdagangan dan investasi menjadi pembahasan karena perusahaan multinasional adalah pemasok dari perdagangan dan investasi melalui teknologi. teknologi juga digunakan dalam pembuatan barang oleh investor asing dan dianggap tepat bahwa teknologi seperti itu harus dilindungi oleh langkah-langkah yang sama
Negara-negara berkembang menentang perlindungan seperti itu, karena dalam pandangan mereka, agenda Persetujuan TRIPS bukan tentang perdagangan bebas, tetapi tentang control luar terhadap penciptaan hak kekayaan intelektual negaranya dengan membuat suatu rezim internasional dan fungsi penyelesaian sengketa.
Negara industri telah menciptakan seperangkat canggih prinsip-prinsip hukum hak kekayaan intelektual yang universal. Langkah-langkah TRIPS jelas ditujukan untuk negara-negara berkembang dan bagaimana mereka melakukan perdagangan dan investasi. Namun, tidak cukup ada kekompakan diantara Negara-negara berkembang untuk menolak TRIPS. Sementara banyak yang dipaksa untuk memberlakukan undang-undang yang sesuai tentang kekayaan intelektual melalui ancaman sanksi sepihak atau telah melakukannya dengan keyakinan bahwa undang-undang seperti itu diperlukan untuk menarik investasi asing. Selain itu, ada suasana pasar bebas yang secara umum mendukung penerapan instrument. Ada juga janji akses pasar jika Perjanjian TRIPS telah diterima.
Perjanjian TRIPS memiliki arti penting bagi investasi asing dalam beberapa cara. Perusahaan multinasional yang masuknya disyaratkan dengan membuat aliansi perusahaan patungan dengan mitra local oleh hukum negara-negara berkembang, mungkin ingin memisahkan transfer teknologi dengan membuat kontrak terpisah untuk itu dengan yang badan hukum perusahaan patungan. Teknologi demikian yang ditransfer membutuhkan perlindungan seperti investasi asing yang dibuat sehubungan dengan investasi tersebut.
Barang yang diproduksi dan menggabungkan teknologi membutuhkan perlindungan. Proses yang digunakan dalam pembuatan barang oleh investor asing juga perlu perlindungan. Karena berbagai alasan, instrumen dari Perjanjian TRIPS akan berdampak pada investasi asing. Awalnya, ketika ada pelanggaran terhadap norma-norma instrumen, diselesaikan melalui pengadilan lokal di bawah hukum setempat yang telah memasukkan standar dari Perjanjian TRIPS. Ada kewajiban pada negara untuk menyediakan prosedur penegakan hukum yang memadai dan solusi. Ketika solusi tidak tersedia, jalan lainnya mungkin Negara asal dapat membawa masalah ini untuk diselesaikan dengan mekanisme WTO. Hukum di bawah WTO dan prosesnya telah menjadi penting bagi aspek investasi asing.
III. Konflik Teori Ekonomi di dalam Investasi Asing
Konflik teori ini memiliki dampak pada pembentukan perilaku hukum di dalam investasi asing. Ada 2 (dua) konflik teori yang paling ekstrem, yaitu dimana di satu sisi berpendapat bahwa investasi asing sangat memberikan manfaat banyak kepada Negara tuan rumah, dan yang satu sisi lainnya berpendapat bahwa Negara harus berpaling dari ketergantungan terhadap investasi asing karena tidak memperoleh manfaat untuk pembangunan ekonomi. Namun, diantara 2 (dua) teori itu, ada teori yang mengambil jalan tengah.
Pada intinya, semua teori tersebut berfokus pada pembangunan ekonomi di Negara tuan rumah, khususnya Negara-negara berkembang.
Konflik-konflik teori ekonomi ini memberikan dampak pasti dalam artikulasi pada prinsip-prinsip hukum dan sangat penting untuk memahaminya. Pengacara yang mendukung penuh perlindungan untuk investasi asing, bertumpu pada teori yang menekankan dampak positif dari investasi asing terhadap pembangunan ekonomi. Banyak instrument hukum yang mencerminkan pandangan ini, dan juga ada formulasi dari prinsip-prinsip hukum yang akan meningkatkan keuntungan dari aliran modal ini.
3.1. Teori Klasik Investasi Asing
Teori klasik investasi asing mengambil posisi pada pendapat bahwa investasi asing memberikan manfaat penuh kepada ekonomi tuan rumah. Ada beberapa factor yang mendukung pernyataan ini, yaitu:
a. Fakta bahwa, modal asing yang dibawa ke Negara tuan rumah memberikan jaminan ketersediaan modal domestic yang dapat digunakan untuk keuntungan public.
b. Teknologi yang dibawa oleh investor asing, dimana teknologi ini tidak dimiliki oleh Negara tuan rumah.
c. Adanya lapangan kerja yang tercipta dari investasi asing yang masuk
d. Pekerja mendapatkan keahlian baru dari teknologi yang digunakan.
e. Pembangunan fasilitas infrastruktur, serta peningkatan fasilitas seperti transportasi, kesehatan atau pendidikan juga memberikan tidak hanya untuk investor asing tetapi juga untuk masyarakat keseluruhan.
Aspek keuntungan dari aliran investasi asing tersebut diatas memberikan pandangan untuk membuat kebijakan yang lebih kuat guna melindungi investasi asing dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
Dominasi teori pasar bebas oleh Amerika dan Eropa memastikan bahwa pandangan klasik tentang investasi asing mendominasi pemikiran pada teori ini. Proses globalisasi dianggap tak terelakkan karena kemajuan teknologi. Hal ini membawa pada ide, bahwa perusahaan multinasional sebagai pelopor dari globalisasi, haruslah mendapatkan kebebasan gerak diseluruh dunia dan investasi mereka harus dilindungi sehingga proses pengintegrasian global dapat tercapai.
Tahun 1990-an adalah zaman keemasan dari ekonomi liberalisme yang mewujudkan pandangan klasik investasi asing. Pandangan ini menyebar melalui lembaga ekonomi internasional seperti Bank Dunia dan International Monetarry Fund (IMF). Persyaratan yang melekat pada pemberian utang adalah hal yang efektif dalam penyebaran pandangan ini. Privatisasi, liberalisasi dan stabilitas ekonomi makro merupakan resep-resep yang diberikan oleh lembaga-lembaga tersebut.
Dominasi pandangan teori klasik investasi asing juga dilakukan dengan praktek-praktek yang dilakukan. Krisis keuangan yang disebabkan oleh penyalahgunaan kewajiban peminjaman utang telah mengakibatkan bank tidak dapat mampu memberikan pinjaman untuk proyek-proyek pembangunan.
Setelah hancurnya Negara uni soviet, dukungan terhadap ideology pasar bebas mulai mendapatkan dukungan. Ada persaingan dari Negara-negara berkembang dan Negara-negara baru hasil dari hancurnya Negara komunisme di uni soviet dalam mendapatkan modal dari investasi asing.
Di dalam lingkup perdagangan internasional, keberhasilan liberalisasi ekonomi ditunjukkan dengan diterimanya WTO dengan disiplin-disiplin baru yang berkaitan dengan kekayaan intelektual (TRIPS), jasa (GATS), dan investasi (TRIMS). Hal ini akan membuka jalan untuk partisipasi yang lebih besar lagi di dalam investasi.
Sikap yang sama dilakukan oleh Bank Dunia dan IMF, dimana mereka dalam memberikan pinjaman utang mensyaratkan agar menerima ide-ide dari liberalism ekonomi. Bahwa istilah “Washington Consensus”, datang dari gagasan bahwa kedua lembaga keuangan tersebut bertindak bersama-sama dengan pemerintah amerika dalam memaksakan syarat-syarat yang berdasarkan pada gagasan liberalisasi ekonomi.
Dari semua penerimaan teori klasik ini, masih belum ada bukti bahwa prinsip-prinsipnya teori klasik ini didasarkan pada bukti yang akurat. Misalnya saja, Ada indikasi, bahwa keluarnya aliran modal dua kali lebih besar dibandingkan banyaknya aliran modal yang masuk, dimana aliran modal keluar itu dalam bentuk keuntungan. Kemudian, teknologi yang dibawa bersamaan dengan masuknya investasi asing kemungkinan adalah tidak benar, dimana mungkin teknologi yang dibawa merupakan teknologi yang sudah habis masa peredarannya di Negara asalnya kemudian dikenalkan di Negara berkembang sebagai barang baru. Atau pembangunan fasilitas seperti kesehatan dan pendidikan yang dibuat hanya dapat diakses oleh para orang kaya yang mampu membelinya, karena fasilitas ini mahal. Hal ini terjadi dikarenakan, bahwa teori klasik ini seperti di argentina dan Indonesia, tidak membawa peningkatan ekonomi. Oleh karena itu, teori klasik investasi asing ini telah ditantang dengan alasan-alasan tersebut.
Asumsi tersebut diatas ditolak oleh basis dari teori klasik. Teori klasik memiliki pengaruh yang kuat terhadap hukum internasional tentang investasi asing. Hal ini karena teori klasik dipelihara oleh kekuatan ekonomi, yaitu oleh lembaga-lembaga internasional yang dikontrol oleh Negara-negara pemberi modal. Oleh karena itu, maka teori klasik investasi asing akan selalu ditemukan di dalam instrument internasional, contohnya di dalam preambule dari perjanjian bilateral, yang menyatakan bahwa arus investasi asing akan menguntungkan para pihak, khususnya bagi Negara tuan rumah. Dengan praktek-praktek pembuatan perjanjian semacam itu di Negara-negara berkembang, maka hal ini menjadi satu bukti penyebaran atas keyakinan terhadap teori klasik.
Tidak diragukan lagi, bahwa teori klasik telah menjadi dasar dari seluruh perumusan document yang berkaitan dengan hukum internasional tentang investasi asing, tidak terkecuali juga mempengaruhi badan arbitrase internasional. Dimana misalnya kasus antara Indonesia dengan AMCO, dimana arbitrase internasional menyatakan bahwa “melindungi investasi adalah juga melindungi kepentingan kepentingan public dan pembangunan di Negara-negara berkembang”.
Teori klasik juga mengembangkan teori tentang “Perjanjian Pembangunan Ekonomi”, dimana perjanjian yang dibuat di Negara berkembang tidak sama dengan perjanjian yang dibuat di Negara maju.
Teori klasik akan terus mempertahankan kekuatannya dalam hukum internasional karena dukungan dari sumber-sumber yang kuat, seperti Negara-negara maju, organisasi keuangan internasional, dan perusahaan-perusahaan multinasional, dimana mereka mempunyai kemampuan untuk membuat aturan-aturan di dalam hukum internasional, tidak hanya dengan melobi Negara tetapi juga dengan memaksakan kekuatannya melalui pembuatan undang-undang yang berorientasi swasta.
Keseragaman keyakinan terhadap teori klasik yang menyatakan bahwa investasi asing menyebabkan pembangunan ekonomi sangat sulit untuk diterima. Mungkin pada sisi pandangan ilmu ekonomi ya, tetapi jika dilihat dari ilmu-ilmu yang lainnya, teori klasik tidak mampu memberikan keuntungan. Dampak-dampak yang dihasilkan investasi asing sangatlah buruk, misalnya di sector lingkungan dan hak asasi manusia. Kekuatan teori klasik dalam pembentukan hukum telah sangat rusak. Tetapi pengaruhnya akan tetap ada karena dukungan dari Negara-negara kuat.
3.2. Teori Ketergantungan
Teori ini sangat bertentangan dengan teori klasik, dengan melihat bahwa investasi asing tidak akan memberikan pembangunan ekonomi yang signifikan. Teori ini dipopulerkan oleh ekonom dan filsuf politik di Amerika Latin. Teori ini menekankan pada kenyataan bahwa seluruh dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional yang bermarkas di Negara maju dan beroperasi melalui anak perusahaannya yang berada di Negara berkembang. Dari pernyataan itu maka dapat dipahami bahwa perusahaan multinasional membuat kebijakan global hanya untuk kepentingan perusahaan induk dan pemegang saham di Negara asalnya. Negara asal menjadi pusat ekonomi dan Negara berkembang hanya menjadi pelayan dari kepentingan asing. Keuntungan dari investasi asing hanya dapat dinikmati oleh kelas-kelas elite di Negara berkembang yang membuat kerjasama dengan perusahaan multinasional. Dari kerjasama antara elite-elite Negara berkembang dengan pemodal asing ini akan memberikan dampak pada kegagalan dari langkah-langkah dan usaha untuk menjaga kendali atas sumber-sumber daya dengan joint venture.
Teori ketergantungan hadir untuk memberikan kesimpulan, bahwa investasi asing di dalam teori klasik sangat buruk. Teori ini juga memandang bahwa, investasi asing membuat Negara-negara berkembang menjadi tergantung secara permanen.
Teori ketergantungan melihat pembangunan ekonomi harus lebih mementingkan distribusi kesejahteraan kepada rakyat. Dalam pandangan ini, pembangunan hanya boleh dilakukan jika rakyat terbebas dari kemiskinan dan eksploitasi, karena pembangunan merupakan hak rakyat bukan hak Negara.
Protes terhadap globalisasi dan dampaknya terhadap hukum internasional bukti dari satu keretakkan. Hal ini dimulai ketika pertentangan dilakukan terhadap Perjanjian Multilateral tentang Investasi (MAI) yang disponsori oleh OECD. Para penentang berpegang pada fakta bahwa, MAI memberikan perlindungan kepada perusahaan-perusahaan multinasional tanpa memperhatikan pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh mereka. Teori ini memiliki keterkaitan dengan perlawanan yang melambangkan cara melindungi kepentingan nasional terhadap kepentingan asing.
3.3. Jalan Tengah
Dengan meningkatnya privatisasi perusahaan-perusahaan Negara yang berlangsung di Negara maju serta di Negara berkembang dan perkembangan dari pasar modal di sebagian besar Negara berkembang, maka ada pergeseran pandangan dari kecenderungan ideologi terhadap investasi asing. Banyak Negara terlihat lebih bijak dengan melakukan pendekatan yang pragmatis terhadap masalah yang ada dibandingkan dengan mengambil pendirian pada satu ideology tertentu.
kekhawatiran bahwa perusahaan multinasional merupakan ancaman terhadap kedaulatan negara-negara berkembang telah surut dengan meningkatnya kepercayaan negara-negara berkembang dalam mengelola ekonomi mereka. Perusahaan multinasional juga telah meninggalkan peran sebagai alat pembentuk kebijakan luar negeri dari negara asal mereka.
Sementara mendukung pandangan bahwa investasi asing melalui perusahaan multinasional dapat berbahaya pada suatu keadaan tertentu, maka ada penelitian dari The United Nations Commisions on Transnational Corporations (UNCTC), yang menyatakan apabila perusahaan multinasional dimanfaatkan secara benar, maka ia dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ekonomi Negara berkembang. Hasil laporan dari UNCTC telah memberikan kontribusi pada perdebatan tahun 1980-an tentang peran dari perusahaan multinasional. Perdebatan tersebut memiliki dampak dalam memformulasikan sikap hukum terhadap investasi asing di Negara-negara berkembang dan teknik hukum yang digunakan untuk mengontrol investasi asing.
Penelitian dari UNCTC tentang peran dari investasi asing membantu untuk mengidentifikasi efek keuntungan dan efek kerugian dari investasi asing terhadap Negara tuan rumah. Efek keuntungan yang teridentifikasi hampir sama dengan teori klasik investasi asing, yaitu masuknya aliran modal dan teknologi, terciptanya lapangan kerja, dan peluang terciptanya pendapatan Negara.
Efek kerugian dari investasi asing telah juga diidentifikasi. Untuk pertama kalinya dalam penelitian UNCTC, ada upaya serius yang dilakukan untuk mengidentifikasi dengan tepat jenis kegiatan perusahaan multinasional yang dapat merugikan atau membahayakan perekonomian negara tuan rumah. Hal ini memungkinkan bagi negara tuan rumah untuk mengambil langkah-langkah regulasi untuk melawan praktek-praktek yang merugikan tersebut. Mereka juga menghasilkan suatu upaya untuk membuat satu kode etik bagi perusahaan multinasional, sehingga menghasilkan prinsip-prinsip, meskipun tidak dalam bentuk hukum internasional, yang akan mempengaruhi dalam proses penyusunan undang-undang kedepannya.
Setelah mengakui, bahwa investasi asing memiliki dampak yang baik dan buruk bagi pembangunan ekonomi, maka akan mudah untuk mengambil sikap bahwa investasi asing harus dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi dan harus hati-hati dalam mengatur investasi asing untuk mencapai tujuan ini. Pengaruh dari pandangan ini (jalan tengah) sangatlah siginifikan. Ada indikasi, bahwa Negara-negara berkembang menggunakan beberapa teori ini. Mereka membuat satu peraturan tentang pembentukan badan pengawas yang bertugas memberikan izin masuk dan memberikan insentif bagi investasi.
Di tingkat internasional, teori ini telah menjadi dasar dari pengaturan kode etik dari perusahaan multinasional yang akan dibuat. Tidak seperti teori klasik yang menjalankan liberalisasi dan kebebasan gerak perusahaan multinasional, teori baru ini mensyaratkan pengakuan terhadap hak untuk mengatur jalannya investasi asing oleh Negara tuan rumah.
Teori klasik telah diguncang dengan diterimanya teori ini atas pandangannya bahwa perlindungan terhadap investasi asing diberikan secara selektif yaitu hanya kepada perusahaan multinasional yang dapat memberikan keuntungan kepada Negara tuan rumah. Ada kewajiban untuk mematuhi hukum dan peraturan negara tuan rumah, yang dirancang untuk menangkap manfaat investasi asing secara maksimal yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi negara tuan rumah.***
No comments:
Post a Comment